A. Awal Mula
Kesultanan
Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Diawal-awal masa
pemerintahannya wilayah Kesultanan Aceh berkembang hingga mencakup Daya, Deli,
Pedir, Pasai, dan Aru.
Pada tahun 1528,
Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga
tahun 1537.
Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang
berkuasa hingga tahun 1568.
B. Masa Kejayaan
Kesultanan
Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada masa
kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari
selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada
tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda
(Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain
itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari
Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap
Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan
60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka
dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Melaka dari
segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan
antara Portugis dengan kesultanan Pahang.
Dalam
lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa
ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang
masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi
Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin
al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin ar-Raniry dalam
bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul
Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.
C. Kemunduran
Kemunduran
Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun
1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah makin
menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai
dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Deli dan Bengkulu kedalam pangkuan
penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan
diantara pewaris tahta kesultanan.
Traktat
London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada
Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara
Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga
berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada
akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana
disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk
perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera.
Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak
itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri
Belanda maupun Batavia .
Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh ke
pangkuan kolonial Hindia-Belanda. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh
menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan
dari Soekarno
kepada pemimpin Aceh Tengku Muhammad Daud Beureueh saat itu[rujukan?].
D. Perang Aceh
Perang Aceh
dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret
1873 setelah melakukan
beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar.
Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda
menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
Dr. Snouck
Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil
mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran
kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada
sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, J.B. van Heutsz
dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendricus Colijn, merebut
sebagian besar Aceh.
Sultan
M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya,
anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh
akhirnya jatuh seluruhnya pada tahun 1904. Saat itu, hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.
E. Sultan Aceh
Sultan
Aceh merupakan penguasa / raja dari Kesultanan Aceh, tidak
hanya sultan, di Aceh juga terdapat Sultanah / Sultan Wanita. Daftar Sultan yang
pernah berkuasa di Aceh dapat dilihat lebih jauh di artikel utama dari Sultan Aceh.
F. Gelar – Gelar yang Digunakan dalam Kerajaan Aceh
Ø
Teungku
Ø
Tuanku
Ø
Pocut
Ø
Teuku
Ø
Cut
Ø
Meurah
G. Segala Hal Tentang Kerajaan Aceh
·
Dalam
·
Istana Darut Donya
·
Cap Sikureung (cap
sembilan)
·
Meuligoe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar