A.
Sejarah Kerajaan Demak
Demak
sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi
yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.
Kadipaten
Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya
V (Bhre Kertabumi) raja Majapahit.
Dengan
berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang
dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi
Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit.
Setelah
Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau
Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak
di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai,
yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang
Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).
Bintoro
sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola
adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa
Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang
penting bagi kerajaan Demak.
Untuk
menambah pemahaman Anda tentang lokasi kerajaan Demak, maka simaklah gambar 8
berikut ini!
Setelah Anda
menyimak gambar 8 tersebut maka simaklah kembali uraian materi berikutnya
tentang perkembangan kerajaan Demak dalam berbagai kehidupan.
B. Kehidupan Politik
Lokasi
kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan
perdagangan antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur, serta
keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan
besar di pulau Jawa, dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah. Ia bergelar
Sultan Alam Akbar al-Fatah (1500 – 1518).
Pada
masa pemerintahannya Demak memiliki peranan yang penting dalam rangka
penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil
menggantikan peranan Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511.
Kehadiran
Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi
keadaan tersebut maka pada tahun 1513 Demak melakukan penyerangan terhadap
Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh Adipati Unus atau
terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.
Serangan
Demak terhadap Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha
membendung masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati Unus
(1518 – 1521), Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga
Portugis kekurangan makanan.
Puncak
kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono
(1521 – 1546), karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan
yang luas dari Jawa Barat sampai Jawa Timur.
Untuk
menambah pemahaman Anda tentang kekuasaan Demak tersebut, simaklah gambar 9
peta kekuasaan Demak berikut ini.
Setelah
Anda mengamati gambar peta kekuasaan Demak tersebut, yang perlu Anda ketahui
bahwa daerah kekuasaan tersebut berhasil dikembangkan antara lain karena Sultan
Trenggono melakukan penyerangan terhadap daerah-daerah kerajaan-kerajaan Hindu
yang mengadakan hubungan dengan Portugis seperti Sunda Kelapa (Pajajaran) dan
Blambangan.
Penyerangan terhadap
Sunda Kelapa yang dikuasai oleh Pajajaran disebabkan karena adanya perjanjian
antara raja Pakuan penguasa Pajajaran dengan Portugis yang diperkuat dengan
pembuatan tugu peringatan yang disebut Padrao. Isi dari Padrao tersebut adalah
Portugis diperbolehkan mendirikan Benteng di Sunda Kelapa dan Portugis juga
akan mendapatkan rempah-rempah dari Pajajaran.
Sebelum
Benteng tersebut dibangun oleh Portugis, tahun 1526 Demak mengirimkan
pasukannya menyerang Sunda Kelapa, di bawah pimpinan Fatahillah.
Dengan penyerangan tersebut maka tentara Portugis dapat dipukul mundur ke Teluk
Jakarta.
Kemenangan
gemilang Fatahillah merebut Sunda Kelapa tepat tanggal 22 Juni 1527 diperingati
dengan pergantian nama menjadi Jayakarta yang berarti Kemenangan Abadi.
Sedangkan
penyerangan terhadap Blambangan (Hindu) dilakukan pada tahun 1546, di mana
pasukan Demak di bawah pimpinan Sultan Trenggono yang dibantu oleh Fatahillah,
tetapi sebelum Blambangan berhasil direbut Sultan Trenggono meninggal di
Pasuruan.
Dengan
meninggalnya Sultan Trenggono, maka terjadilah perebutan kekuasaan antara Pangeran
Sekar Sedolepen (saudara Trenggono) dengan Sunan Prawoto
(putra Trenggono) dan Arya Penangsang (putra Sekar Sedolepen).
Perang
saudara tersebut diakhiri oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka
Tingkir) yang dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan, sehingga pada
tahun 1568 Pangeran Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Demak dan hal ini juga berarti
bergesernya pusat pemerintahan dari pesisir ke pedalaman.
Dari
penjelasan tersebut, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak uraian
materi selanjutnya.
C.
Kehidupan
Ekonomi
Seperti
yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat
strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai
kerajaan maritim.
Dalam
kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil
rempah di Indonesia
bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan
demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh
penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau
Jawa.
Sebagai
kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga
memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil
pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya
ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di
bidang ekonomi.
D. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan
sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya
Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sebagai
pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti
Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar. Para
wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan
Demak bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan
demikian terjalin hubungan yang erat antara raja/bangsawan – para wali/ulama
dengan rakyat. Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan
masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga
tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang
Islam).
Demikian
pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari
kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang
utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid
Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo)
itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi
Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta
dan Cirebon .
Untuk
menambah pemahaman Anda tentang Masjid Demak tersebut, silahkan Anda amati
gambar 10 berikut ini!
Dilihat
dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang tampak pada gambar 10
tersebut memperlihatkan adanya wujud akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu
dengan kebudayaan Islam. Anda masih ingat ciri-cirinya? Kalau Anda lupa,
silahkan baca kembali kegiatan belajar 1, tetapi kalau Anda masih ingat,
selamat untuk Anda! Berarti Anda benar-benar memahami uraian materi tersebut.
Untuk itu Anda dapat mengerjakan latihan soal berikut ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar