Kodisi baik, utuh, dan prima. Jika berminat hub. 085785432713 ( Puput Hariono ).
Jumat, 08 Maret 2013
Demokrasi liberal ( atau
demokrasi konstitusional ) adalah sistem
politik yang melindungi secara konstitusional
hak-hak individu dari kekuasaan pemerintah. Dalam demokrasi liberal,
keputusan-keputusan mayoritas (dari proses perwakilan atau langsung)
diberlakukan pada sebagian besar bidang-bidang kebijakan pemerintah yang tunduk
pada pembatasan-pembatasan agar keputusan pemerintah tidak melanggar kemerdekaan
dan hak-hak individu seperti tercantum dalam konstitusi.
Natsir menjabat sebagai perdana
menteri sesudah bubarnya RIS pada kabinet yang pertama. Kabinet ini koalisi
dari Partai Masyumi dan PNI. Partai PNI memilih sebagai partai Oposisi karena
partai ini menolak ikut serta dalam kabinet karena merasa tidak diberi
kedudukan yang sesuai dengan kekuatannya. Program program yang penting
dalam kabinet Natsir ini adalah :
·Menggiatkan
keamanan dan ketentraman.
·Mencapai
konsolidasi dan menyempurnakan susunan pemerintahan.
·Menyempurnakan
organisasi angkatan perang dan pemulihan bekas anggota tentata griliya dalam
masyarakat.
·Memperjuangkan
organisasi angkatan perang.
·Memperkuat
dan mengembangkan ekonomi rakyat.
·Masalah
Irian dirintis melalui perundingan dengan Belanda.
Kabinet Soekiman
Setelah kabinet Naksir jatuh,
dibentuklah Kabinet yang berkoalisis Masyumi-PNI yang dipimpin oleh dr.
Soekiman dari Masyumi. Kabinet ini terkenal dengan nama Kabinet Soekiman –
Soewirjo. Kabinet Soekiman pernah dituduh memasukkan Indonesia ke dalam Blok Barat dan
dengan demikian menyimpang dari garis politik luar negeri bebas aktif. Program
kerja yang pernah dijalankannya antara lain :
·Keamanan
dijalankan dengan tindakaan yang tegas.
·Sosial
ekonomi ditujukan untuk mengusahakan kemakmuran masyarakat.
·Mempersiapkan
pemilihan umum.
·Politik
luar negeri secara bebas aktif.
·Memasukkan
Irian Barat ke wilayah Indonesia.
Kabinet Wilopo
Setelah jatuh, kabinet Soekiman
diganti oleh kabinet Wilopo. Program kabinet ini terutama ditujukan pada
persiapan pemilihan umum, kemakmuran yang ditekankan pada peningkatan taraf
hidup rakyat, dan keamanan dalam negeri. Program luar negeri ditekankan pada
perjuangan pengembalian wilayah Irian Barat dan pelaksanaan politik Bebas Aktif
yang menuju pada perdamaian dunia.
Pada tanggal 16 Maret 1953,
polisi dengan kekerasan mengurusin penghuni liar dari sebuah perkebunan di
Tanjung Morawa ( Sumatra Utara ) yang telah lama ditinggalkan oleh pemiliknya.
Kabinet Ali Sastroamidjojo I
Setelah hampir dua bulan
mengalami krisis kabinet, terbentuklah Kabinet Ali Sastroamidjojo yang
diharapkan sebagai kabinet terakhir sebelum pemilihan umum. Kabinet Ali
Sastroamidjojo juga dihadapkan masalah keamanan yang tidak kunjung selesai.
Persiapan pemilihan umum yang dimulai oleh kabinet Wilopo diteruskan oleh
kabinet Ali. Prestasi kabinet Ali adalah keberhasilannya menyelenggarakan
Konferensi Asia Afrika pada tanggal 18 April 1955. Kabinet Ali terpaksa
menyerahkan mandatnya kepada Presiden pada tanggal 24 Juli 1955 karena terjadi
konflik dengan Angkatan Darat mengenai pergantian KSAD.
Kabinet Burhanuddin Harahap
Kabinet Ali digantikan oleh
Kabinet Burhanuddin Harahap dari Masyumi. Jalannya pembentukan kabinet ini
melalui tawar menawar mengenai kedudukan menteri yang memakan waktu lama. Wakil
Presiden Moh. Hatta akhirnya menunjuk tiga orang formatur kabinet, yaitu dr.
Soekiman ( Masyumi ), Wilopo ( PNI ), dan Asaat ( non Partai ).
Prestasi yang menonjol dari
kabinet ini adalah pelaksanaan pemilihan umum yang pertama bagi Indonesia.
Hasil pemilihan umum menunjukkan minimnya dukungan terhadap Kabinet Burhanuddin
Harahap.
Kabinet Ali Sastroamidjojo II
Pada tanggal 20 Maret 1956, Ali
Sastroamidjojo kembali diserahi mandat untuk membentuk kabinet. Kabinet yang
baru terbentuk koalisi tiga partai besar, yaitu Masyumi, PNI dan NU. Program
kabinet ini adalah melaksanakan pembangunan lima tahun, membebaskan Irian
Barat, melaksanakan politik luar negeri bebas aktif, memperbaiki nasib kaum
buruh dan pegawai, membentuk daerah – daerah otonomi, mempercepat terbentuknya
DPRD, menyehatkan perimbangan keuangan negara, mewujudkan perubahan ekonomi
kolonial menjadi ekonomi nasional. Selain itu kabinet Ali II juga berusaha
mengakhiri kegoyahan politik akibat dari pemilihan umum.
Kabinet Djuanda
Kabinet Djuanda terbentuk pada
tanggal 9 April 1957 menggantikan Ali II. Kabinet ini disebut juga Zaken
Kabinet. Kabinet ini memiliki tugas berat, terutama dalam mengahadapi
pergolakan daerah, perjuangan pembebasan Irian Barat, serta mengatasi krisis
ekonomi dan keuangan yang semakin parah. Kabinet ini sering disebut pula
sebagai Kabinet Karya. Program yang dijanjikan adalah :
·Membentuk
dewan nasional.
·Normalisasi
keadaan Republik.
·Melancarkan
pelaksanaan pembatalan hasil KMB.
·Perjuangan
Irian Barat.
·Mempergiat
pembanguan.
Pelaksanaan
Demokrasi Terpimpin dan Pengaruhnya di Indonesia
Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Badan Konstituante yang
dipilh melalui Pemilu 1955 ternyata tidak mampu melaksanakan tugasnya.
Gagalnya Konstituante untuk membuat undang – undang baru menyebabkan Indonesia
dilanda kekalutan Konstitusional.
Isinya sebagai berikut :
Dibentuknya Kabinet Gotong Royong yang
berdiri atas wakil – wakil semua partai termasuk PKI ditambah dengan golongan
fungsional ( golongan karya ).
Dibentuknya Dewan Nasional yang
beranggotakan wakil – wakil dari semua partai dan golongan fungsional dalm
masyarakat.
Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959 :
Pembubaran konstituante.
Berlakunya kembali UUD 1945.
Tidak berlakunya lagi UUDS 1950.
Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin
Demokrasi terpimpin adalah sebuah
demokrasi yang sempat ada di Indonesia, yang seluruh keputusan serta pemikiran
berpusat pada pemimpinnya saja.
Pada bulan 5 Juli1959 parlemen dibubarkan
dan Presiden Sukarno
menetapkan konstitusi di bawah dekrit
presiden. Soekarno juga membubarkan Konstituante
yang ditugasi untuk menyusun Undang-Undang Dasar yang baru, dan sebaliknya
menyatakan diberlakukannya kembali Undang-Undang Dasar 1945, dengan semboyan
"Kembali ke UUD' 45". Soekarno memperkuat tangan Angkatan Bersenjata
dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting.
PKI menyambut "Demokrasi
Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa PKI mempunyai mandat
untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara nasionalisme,
agama (Islam)
dan komunisme
yang dinamakan NASAKOM.
Antara tahun 1959 dan tahun 1965, Amerika
Serikat memberikan 64 juta dollar dalam bentuk bantuan militer untuk
jendral-jendral militer Indonesia. Menurut laporan di "Suara Pemuda
Indonesia": Sebelum akhir tahun 1960, Amerika Serikat telah melengkapi 43
batalyon angkatan bersenjata. Tiap tahun AS melatih perwira-perwira militer sayap kanan.
Di antara tahun 1956 dan 1959, lebih dari 200 perwira tingkatan tinggi telah
dilatih di AS, dan ratusan perwira angkatan rendah terlatih setiap tahun.
Kepala Badan untuk Pembangunan Internasional di Amerika pernah sekali
mengatakan bahwa bantuan AS, tentu saja, bukan untuk mendukung Sukarno dan
bahwa AS telah melatih sejumlah besar perwira-perwira angkatan bersenjata dan
orang sipil yang mau membentuk kesatuan militer untuk membuat Indonesia sebuah "negara
bebas".
Di tahun 1962, perebutan Irian Barat
secara militer oleh Indonesia mendapat dukungan penuh dari kepemimpinan PKI,
mereka juga mendukung penekanan terhadap perlawanan penduduk adat.
Era "Demokrasi
Terpimpin", yaitu kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum borjuis
nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani,
gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan
ekspor menurun, cadangan devisa menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi
wabah.
Ketika Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus1945, Indonesia mengklaim
seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk wilayah baratPulau Papua.
Namun demikian, pihak Belanda menganggap wilayah itu masih menjadi salah satu
provinsi Kerajaan Belanda, . Pemerintah Belanda kemudian memulai persiapan
untuk menjadikan Papua negara merdeka selambat-lambatnya pada tahun 1970-an.
Namun pemerintah Indonesia menentang hal ini dan Papua menjadi daerah yang
diperebutkan antara Indonesia dan Belanda. Hal ini kemudian dibicarakan dalam beberapa
pertemuan dan dalam berbagai forum internasional. Dalam Konferensi Meja Bundar tahun 1949, Belanda
dan Indonesia tidak berhasil mencapai keputusan mengenai Papua bagian barat,
namun setuju bahwa hal ini akan dibicarakan kembali dalam jangka waktu satu
tahun.
Pada bulan Desember 1950, PBB memutuskan bahwa Papua bagian barat
memiliki hak merdeka sesuai dengan pasal 73e Piagam PBB
Karena Indonesia mengklaim Papua bagian barat sebagai daerahnya, Belanda
mengundang Indonesia ke Mahkamah Internasional untuk menyelesaikan
masalah ini, namun Indonesia menolak. Setelah Indonesia beberapa kali menyerang
Papua bagian barat, Belanda mempercepat program pendidikan di Papua bagian
barat untuk persiapan kemerdekaan. Hasilnya antara lain adalah sebuah akademi
angkatan laut yang berdiri pada 1956 dan tentara Papua pada 1957. Sebagai kelanjutan,
pada 17 Agustus1956 Indonesia membentuk
Provinsi Irian Barat dengan ibukota di Soasiu yang
berada di Pulau Tidore,
dengan gubernur pertamanya, Zainal Abidin Syah yang dilantik pada
tanggal 23 September1956.
Pada tanggal 6 Maret1959, harian New York
Times melaporkan penemuan emas oleh pemerintah
Belanda di dekat laut Arafura. Pada tahun 1960, Freeport
Sulphur menandatangani perjanjian dengan Perserikatan Perusahaan
Borneo Timur untuk mendirikan tambang tembaga
di Timika,
namun tidak menyebut kandungan emas ataupun tembaga.
Badan
Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI )
(Jepang:
Dokuritsu Junbi Cosakai atau dilafalkan Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai)
adalah sebuah badan yang dibentuk oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang pada
tanggal 29 April1945 bertepatan dengan
hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini dibentuk sebagai upaya mendapatkan
dukungan bangsa Indonesia dengan menjanjikan bahwa Jepang akan
membantu proses kemerdekaan Indonesia. BPUPKI beranggotakan 63 orang yang diketuai oleh Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua
Hibangase Yosio (orang Jepang) dan R.P. Soeroso.
Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah
Badan Tata Usaha (semacam sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata
Usaha ini dipimpin oleh R.P.Soeroso, dengan wakil Abdoel Gafar Pringgodigdo dan
Masuda (orang Jepang).
Pada tanggal 7 Agustus1945, Jepang membubarkan
BPUPKI dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia atau (Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai) dengan
anggota berjumlah 21 orang sebagai upaya pencerminan perwakilan etnis [1]terdiri
berasal dari 12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1
orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari maluku, 1 orang
dari Tionghoa.
Rapat Pertama
Rapat pertama diadakan di gedung Chuo
SangiIn di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang kini dikenal
dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada zaman Belanda, gedung tersebut
merupakan gedung Volksraad, lembaga DPR pada jaman kolonial
Belanda.
Rapat dibuka pada tanggal 28 Mei 1945 dan
pembahasan dimulai keesokan harinya 29 Mei 1945 dengan tema dasar negara. Pada
rapat pertama ini terdapat 3 orang yang mengajukan pendapatnya tentang dasar
negara.
Pada tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad
Yamin dalam pidato singkatnya mengemukakan lima asas yaitu :
·Peri
kebangsaan
·Peri
ke Tuhanan
·Kesejahteraan
rakyat
·Peri
kemanusiaan
·Peri
kerakyatan
Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Mr. Soepomo
mengusulkan lima
asas yaitu :
·Persatuan
·Mufakat
dan demokrasi
·Keadilan
sosial
·Kekeluargaan
·Musyawarah
Pada tanggal 1 Juni 1945, Soekarno
mengusulkan lima
asas pula yang disebut Pancasila yaitu :
·Kebangsaan
Indonesia
·Internasionalisme
dan peri kemanusiaan
·Mufakat
atau demokrasi
·Kesejahteraan
sosial
·KeTuhanan
Yang Maha Esa
Kelima asas dari Soekarno disebut Pancasila
yang menurut beliau bilamana diperlukan dapat diperas menjadi Trisila atau Tiga
Sila yaitu:
·Sosionasionalisme
·Sosiodemokrasi
·KeTuhanan
yang berkebudayaan
Bahkan masih menurut Soekarno, Trisila
tersebut di atas bila diperas kembali disebutnya sebagai Ekasila yaitu
merupakan sila gotong royong merupakan upaya Soekarno
dalam menjelaskan bahwa konsep tersebut adalah dalam satu-kesatuan. Selanjutnya
lima asas
tersebut kini dikenal dengan istilah Pancasila,
namun konsep bersikaf kesatuan tersebut pada akhirnya disetujui dengan urutan
serta redaksi yang sedikit berbeda.
Sementara itu, perdebatan terus berlanjut
di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam dalam Indonesia yang
baru.
Masa Antara Rapat Pertama dan Kedua
Sampai akhir rapat pertama, masih belum
ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya
dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia kecil
beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia Sembilan dengan
susunan sebagai berikut :
Setelah melakukan kompromi antara 4 orang
dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni
1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara
yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang
berisikan: a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya b. Kemanusiaan yang adil dan beradab c.
Persatuan Indonesia d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan e. Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Rapat Kedua
Rapat kedua berlangsung 10-17 Juli 1945
dengan tema bahasan bentuk negara, wilayah negara, kewarganegaraan, rancangan
Undang-Undang Dasar, ekonomi dan keuangan, pembelaan negara, pendidikan dan
pengajaran. Dalam rapat ini dibentuk Panitia
Perancang Undang-Undang Dasar beranggotakan 19 orang dengan ketua Ir.
Soekarno, Panitia Pembelaan Tanah Air
dengan ketua Abikoesno Tjokrosoejoso dan Panitia Ekonomi dan Keuangan diketuai Mohamad Hatta.
Dengan pemungutan suara, akhirnya
ditentukan wilayah Indonesia merdeka yakni wilayah Hindia Belanda dahulu,
ditambah dengan Malaya, Borneo Utara, Papua, Timor-Portugis, dan pulau-pulau
sekitarnya.[3][4]
Pada tanggal 11 Juli 1945 Panitia Perancang
UUD membentuk lagi panitia kecil beranggotakan 7 orang yaitu:
1.Prof. Dr. Mr. Soepomo (ketua merangkap
anggota)
2.Mr. Wongsonegoro
3.Mr. Achmad Soebardjo
4.Mr. A.A. Maramis
5.Mr. R.P. Singgih
6.H. Agus Salim
7.Dr. Soekiman
Pada tanggal 13 Juli 1945 Panitia Perancang
UUD mengadakan sidang untuk membahas hasil kerja panitia kecil perancang UUD
tersebut.
Pada tanggal 14 Juli 1945, rapat pleno
BPUPKI menerima laporan Panitia Perancang UUD yang dibacakan oleh Ir. Soekarno.
Dalam laporan tersebut tercantum tiga masalah pokok yaitu: a. pernyataan Indonesia
merdeka b. pembukaan UUD c. batang tubuh UUD. Konsep proklamasi kemerdekaan
rencananya akan disusun dengan mengambil tiga alenia pertama Piagam
Jakarta. Sedangkan konsep Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya
diambil dari alinea keempat Piagam Jakarta.