Sabtu, 23 Februari 2013
Key Smadav 9.1
Hai kawan, bagi yang sudah download Smadav Rev 9.11 berikut adalah link Key Smadav 9.11
Silahkan download....
DOWNLOAD
Senin, 11 Februari 2013
Key Smadav 9.2
Hai kawan, bagi yang sudah download Smadav Rev 9.21 berikut adalah link Key Smadav 9.21
Silahkan download....
DOWNLOAD
Selasa, 05 Februari 2013
Kerajaan Islam (Demak)
A.
Sejarah Kerajaan Demak
Demak
sebelumnya merupakan daerah yang dikenal dengan nama Bintoro atau Gelagahwangi
yang merupakan daerah kadipaten di bawah kekuasaan Majapahit.
Kadipaten
Demak tersebut dikuasai oleh Raden Patah salah seorang keturunan Raja Brawijaya
V (Bhre Kertabumi) raja Majapahit.
Dengan
berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat berkembang sebagai kota dagang
dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal ini dijadikan kesempatan bagi
Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan penyerangan terhadap Majapahit.
Setelah
Majapahit hancur maka Demak berdiri sebagai kerajaan Islam pertama di pulau
Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah. Kerajaan Demak secara geografis terletak
di Jawa Tengah dengan pusat pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai,
yang dikelilingi oleh daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang
Laut Muria sudah merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi).
Bintoro
sebagai pusat kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola
adalah pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa
Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang
penting bagi kerajaan Demak.
Untuk
menambah pemahaman Anda tentang lokasi kerajaan Demak, maka simaklah gambar 8
berikut ini!
Setelah Anda
menyimak gambar 8 tersebut maka simaklah kembali uraian materi berikutnya
tentang perkembangan kerajaan Demak dalam berbagai kehidupan.
B. Kehidupan Politik
Lokasi
kerajaan Demak yang strategis untuk perdagangan nasional, karena menghubungkan
perdagangan antara Indonesia bagian Barat dengan Indonesia bagian Timur, serta
keadaan Majapahit yang sudah hancur, maka Demak berkembang sebagai kerajaan
besar di pulau Jawa, dengan rajanya yang pertama yaitu Raden Patah. Ia bergelar
Sultan Alam Akbar al-Fatah (1500 – 1518).
Pada
masa pemerintahannya Demak memiliki peranan yang penting dalam rangka
penyebaran agama Islam khususnya di pulau Jawa, karena Demak berhasil
menggantikan peranan Malaka, setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis 1511.
Kehadiran
Portugis di Malaka merupakan ancaman bagi Demak di pulau Jawa. Untuk mengatasi
keadaan tersebut maka pada tahun 1513 Demak melakukan penyerangan terhadap
Portugis di Malaka, yang dipimpin oleh Adipati Unus atau
terkenal dengan sebutan Pangeran Sabrang Lor.
Serangan
Demak terhadap Portugis walaupun mengalami kegagalan namun Demak tetap berusaha
membendung masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa pemerintahan Adipati Unus
(1518 – 1521), Demak melakukan blokade pengiriman beras ke Malaka sehingga
Portugis kekurangan makanan.
Puncak
kebesaran Demak terjadi pada masa pemerintahan Sultan Trenggono
(1521 – 1546), karena pada masa pemerintahannya Demak memiliki daerah kekuasaan
yang luas dari Jawa Barat sampai Jawa Timur.
Untuk
menambah pemahaman Anda tentang kekuasaan Demak tersebut, simaklah gambar 9
peta kekuasaan Demak berikut ini.
Setelah
Anda mengamati gambar peta kekuasaan Demak tersebut, yang perlu Anda ketahui
bahwa daerah kekuasaan tersebut berhasil dikembangkan antara lain karena Sultan
Trenggono melakukan penyerangan terhadap daerah-daerah kerajaan-kerajaan Hindu
yang mengadakan hubungan dengan Portugis seperti Sunda Kelapa (Pajajaran) dan
Blambangan.
Penyerangan terhadap
Sunda Kelapa yang dikuasai oleh Pajajaran disebabkan karena adanya perjanjian
antara raja Pakuan penguasa Pajajaran dengan Portugis yang diperkuat dengan
pembuatan tugu peringatan yang disebut Padrao. Isi dari Padrao tersebut adalah
Portugis diperbolehkan mendirikan Benteng di Sunda Kelapa dan Portugis juga
akan mendapatkan rempah-rempah dari Pajajaran.
Sebelum
Benteng tersebut dibangun oleh Portugis, tahun 1526 Demak mengirimkan
pasukannya menyerang Sunda Kelapa, di bawah pimpinan Fatahillah.
Dengan penyerangan tersebut maka tentara Portugis dapat dipukul mundur ke Teluk
Jakarta.
Kemenangan
gemilang Fatahillah merebut Sunda Kelapa tepat tanggal 22 Juni 1527 diperingati
dengan pergantian nama menjadi Jayakarta yang berarti Kemenangan Abadi.
Sedangkan
penyerangan terhadap Blambangan (Hindu) dilakukan pada tahun 1546, di mana
pasukan Demak di bawah pimpinan Sultan Trenggono yang dibantu oleh Fatahillah,
tetapi sebelum Blambangan berhasil direbut Sultan Trenggono meninggal di
Pasuruan.
Dengan
meninggalnya Sultan Trenggono, maka terjadilah perebutan kekuasaan antara Pangeran
Sekar Sedolepen (saudara Trenggono) dengan Sunan Prawoto
(putra Trenggono) dan Arya Penangsang (putra Sekar Sedolepen).
Perang
saudara tersebut diakhiri oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka
Tingkir) yang dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan, sehingga pada
tahun 1568 Pangeran Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan Demak ke Pajang.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Demak dan hal ini juga berarti
bergesernya pusat pemerintahan dari pesisir ke pedalaman.
Dari
penjelasan tersebut, apakah Anda sudah memahami? Kalau sudah paham simak uraian
materi selanjutnya.
C.
Kehidupan
Ekonomi
Seperti
yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat
strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai
kerajaan maritim.
Dalam
kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil
rempah di Indonesia
bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat. Dengan
demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh
penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau
Jawa.
Sebagai
kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga
memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil
pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya
ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di
bidang ekonomi.
D. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan
sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya
Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sebagai
pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti
Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar. Para
wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan
Demak bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan
demikian terjalin hubungan yang erat antara raja/bangsawan – para wali/ulama
dengan rakyat. Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan
masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga
tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang
Islam).
Demikian
pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari
kerajaan Demak. Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang
utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid
Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo)
itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi
Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta
dan Cirebon .
Untuk
menambah pemahaman Anda tentang Masjid Demak tersebut, silahkan Anda amati
gambar 10 berikut ini!
Dilihat
dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang tampak pada gambar 10
tersebut memperlihatkan adanya wujud akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu
dengan kebudayaan Islam. Anda masih ingat ciri-cirinya? Kalau Anda lupa,
silahkan baca kembali kegiatan belajar 1, tetapi kalau Anda masih ingat,
selamat untuk Anda! Berarti Anda benar-benar memahami uraian materi tersebut.
Untuk itu Anda dapat mengerjakan latihan soal berikut ini.Kerajaan Islam (Banten)
A. Sejarah
Awalnya
merupakan salah satu dari pelabuhan Kerajaan Sunda. Pelabuhan ini direbut 1525
oleh gabungan dari tentara Demak dan Cirebon. Setelah ditaklukan daerah ini
diislamkan oleh Sunan Gunung Jati. Pelabuhan Sunda lainnya yang juga dikuasai
Demak adalah Sunda Kelapa, dikuasai Demak 1527, dan diganti namanya menjadi
Jayakarta
B. Kehidupan
Politik
Berkembangnya
kerajaan Banten tidak terlepas dari peranan raja-raja yang memerintah di
kerajaan tersebut. Dalam perkembangan politiknya, selain Banten berusaha
melepaskan diri dari kekuasaan Demak, Banten juga berusaha memperluas daerah
kekuasaannya antara lain Pajajaran. Dengan dikuasainya Pajajaran, maka seluruh
daerah Jawa Barat berada di bawah kekuasaan Banten. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan
raja Panembahan Yusuf.
Pada
masa pemerintahan Maulana Muhammad, perluasan wilayah Banten diteruskan ke
Sumatera yaitu berusaha menguasai daerah-daerah yang banyak menghasilkan lada
seperti Lampung, Bengkulu dan Palembang. Lampung dan Bengkulu dapat dikuasai
Banten tetapi Palembang mengalami kegagalan, bahkan Maulana Muhammad meninggal
ketika melakukan serangan ke Palembang.
Dengan
dikuasainya pelabuhan-pelabuhan penting di Jawa Barat dan beberapa daerah di
Sumatera, maka kerajaan Banten semakin ramai untuk perdagangan, bahkan
berkembang sebagai kerajaan maritim. Hal ini terjadi pada masa pemerintahan
Sultan Ageng Tirtayasa. Pemerintahan Sultan Ageng, Banten mencapai puncak
keemasannya Banten menjadi pusat perdagangan yang didatangi oleh berbagai bangsa
seperti Arab, Cina , India , Portugis dan bahkan Belanda.
Belanda
pada awalnya datang ke Indonesia, mendarat di Banten tahun 1596 tetapi karena
kesombongannya, maka para pedagang-pedagang Belanda tersebut dapat diusir dari
Banten dan menetap di Jayakarta.
Di
Jayakarta, Belanda mendirikan kongsi dagang tahun 1602. Selain mendirikan
benteng di Jayakarta VOC akhirnya menetap dan mengubah nama Jayakarta menjadi
Batavia tahun 1619, sehingga kedudukan VOC di Batavia semakin kuat. Adanya
kekuasaan Belanda di Batavia, menjadi saingan bagi Banten dalam perdagangan.
Persaingan tersebut kemudian berubah menjadi pertentangan politik, sehingga
Sultan Ageng Tirtayasa sangat anti kepada VOC.
Dalam
rangka menghadapi Belanda/VOC, Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan melakukan
perang gerilya dan perampokan terhadap Belanda di Batavia. Akibat tindakan
tersebut, maka Belanda menjadi kewalahan menghadapi Banten. Untuk menghadapi
tindakan Sultan Ageng Tirtayasa tersebut, maka Belanda melakukan politik
adu-domba (Devide et Impera) antara Sultan Ageng dengan putranya yaitu Sultan
Haji. Akibat dari politik adu-domba tersebut, maka terjadi perang saudara di
Banten, sehingga Belanda dapat ikut campur dalam perang saudara tersebut.
Belanda
memihak Sultan Haji, yang akhirnya perang saudara tersebut dimenangkan oleh
Sultan Haji. Dengan kemenangan Sultan Haji, maka Sultan Ageng Tirtayasa ditawan
dan dipenjarakan di Batavia sampai meninggalnya tahun 1692. Dampak dari bantuan
VOC terhadap Sultan Haji maka Banten harus membayar mahal, di mana Sultan Haji
harus menandatangani perjanjian dengan VOC tahun 1684.
Perjanjian
tersebut sangat memberatkan dan merugikan kerajaan Banten, sehingga Banten
kehilangan atas kendali perdagangan bebasnya, karena Belanda sudah memonopoli
perdagangan di Banten. Akibat terberatnya adalah kehancuran dari kerajaan
Banten itu sendiri karena VOC/Belanda mengatur dan mengendalikan kekuasaan raja
Banten. Raja-raja Banten sejak saat itu berfungsi sebagai boneka.
C. Kehidupan
Ekonomi
Kerajaan
Banten yang letaknya di ujung barat Pulau Jawa dan di tepi Selat Sunda
merupakan daerah yang strategis karena merupakan jalur lalu-lintas pelayaran
dan perdagangan khususnya setelah Malaka jatuh tahun 1511, menjadikan Banten
sebagai pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh para pedagang dari berbagai
bangsa.
Pelabuhan
Banten juga cukup aman, sebab terletak di sebuah teluk yang terlindungi oleh
Pulau Panjang, dan di samping itu Banten juga merupakan daerah penghasil bahan
ekspor seperti lada.
Selain
perdagangan kerajaan Banten juga meningkatkan kegiatan pertanian, dengan
memperluas areal sawah dan ladang serta membangun bendungan dan irigasi.
Kemudian membangun terusan untuk memperlancar arus pengiriman barang dari
pedalaman ke pelabuhan. Dengan demikian kehidupan ekonomi kerajaan Banten terus
berkembang baik yang berada di pesisir maupun di pedalaman.
D. Kehidupan
Sosial Budaya
Kehidupan
masyarakat Banten yang berkecimpung dalam dunia pelayaran, perdagangan dan
pertanian mengakibatkan masyarakat Banten berjiwa bebas, bersifat terbuka
karena bergaul dengan pedagang-pedagang lain dari berbagai bangsa.
Di
samping perkampungan seperti tersebut di atas, ada perkampungan yang dibentuk
berdasarkan pekerjaan seperti Kampung Pande (para pandai besi), Kampung
Panjunan (pembuat pecah belah) dan kampung Kauman (para ulama).
Dalam
bidang kebudayaan : Di kerajaan Banten pernah tinggal seorang Syeikh yang
bernama Syeikh Yusuf Makassar (1627-1699), ia sahabat dari Sultan Agung
Tirtayasa, juga Kadhi di Kerajaan Banten yang menulis 23 buku. Selain itu di
Banten pada akhir masa kesultanan lahir seorang ulama besar yaitu Muhammad Nawawi
Al-bantani pernah menjadi Imam besar di Masjidil Haram. Ia wafat dan dimakamkan
di Makkah, sedikitnya ia telah menulis 99 kitab dalam bidang Tafsir, Hadits,
Sejarah, Hukum, tauhid dan lain-lain. Melihat kajiannya yang beragam
menunjukkan ia seorang yang luas wawasannya.
Salah
satu contoh wujud akulturasi tampak pada bangunan Masjid Agung Banten, yang
memperlihatkan wujud akulturasi antara kebudayaan Indonesia, Hindu, Islam di
Eropa.
Arsitek Masjid Agung
Banten tersebut adalah Jan Lucas Cardeel, seorang pelarian Belanda yang
beragama Islam. Kepandaiannya dalam bidang bangunan dimanfaatkan oleh Sultan
Ageng Tirtayasa untuk mendirikan bangunan-bangunan gaya Belanda (Eropa) seperti
benteng kota Inten, pesanggrahan Tirtayasa dan bangunan Madrasah.
Kerajaan Islam (Aceh)
A. Awal Mula
Kesultanan
Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat Syah pada tahun 1496. Diawal-awal masa
pemerintahannya wilayah Kesultanan Aceh berkembang hingga mencakup Daya, Deli,
Pedir, Pasai, dan Aru.
Pada tahun 1528,
Ali Mughayat Syah digantikan oleh putera sulungnya yang bernama Salahuddin, yang kemudian berkuasa hingga
tahun 1537.
Kemudian Salahuddin digantikan oleh Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar yang
berkuasa hingga tahun 1568.
B. Masa Kejayaan
Kesultanan
Aceh mengalami masa keemasan pada masa kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607 - 1636). Pada masa
kepemimpinannya, Aceh telah berhasil memukul mundur kekuatan Portugis dari
selat Malaka. Kejadian ini dilukiskan dalam La Grand Encyclopedie bahwa pada
tahun 1582, bangsa Aceh sudah meluaskan pengaruhnya atas pulau-pulau Sunda
(Sumatera, Jawa dan Kalimantan) serta atas sebagian tanah Semenanjung Melayu. Selain
itu Aceh juga melakukan hubungan diplomatik dengan semua bangsa yang melayari
Lautan Hindia. Pada tahun 1586, kesultanan Aceh melakukan penyerangan terhadap
Portugis di Melaka dengan armada yang terdiri dari 500 buah kapal perang dan
60.000 tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas dominasi Aceh atas Selat Malaka
dan semenanjung Melayu. Walaupun Aceh telah berhasil mengepung Melaka dari
segala penjuru, namun penyerangan ini gagal dikarenakan adanya persekongkolan
antara Portugis dengan kesultanan Pahang.
Dalam
lapangan pembinaan kesusasteraan dan ilmu agama, Aceh telah melahirkan beberapa
ulama ternama, yang karangan mereka menjadi rujukan utama dalam bidang
masing-masing, seperti Hamzah Fansuri dalam bukunya Tabyan Fi
Ma'rifati al-U Adyan, Syamsuddin
al-Sumatrani dalam bukunya Mi'raj al-Muhakikin al-Iman, Nuruddin ar-Raniry dalam
bukunya Sirat al-Mustaqim, dan Syekh Abdul
Rauf Singkili dalam bukunya Mi'raj al-Tulabb Fi Fashil.
C. Kemunduran
Kemunduran
Kesultanan Aceh bermula sejak kemangkatan Sultan Iskandar Tsani pada tahun
1641. Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah makin
menguatnya kekuasaan Belanda di pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai
dengan jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Deli dan Bengkulu kedalam pangkuan
penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya ialah adanya perebutan kekuasaan
diantara pewaris tahta kesultanan.
Traktat
London yang ditandatangani pada 1824 telah memberi kekuasaan kepada
Belanda untuk menguasai segala kawasan British/Inggris di Sumatra sementara
Belanda akan menyerahkan segala kekuasaan perdagangan mereka di India dan juga
berjanji tidak akan menandingi British/Inggris untuk menguasai Singapura.
Pada
akhir November 1871, lahirlah apa yang disebut dengan Traktat Sumatera, dimana
disebutkan dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala unjuk
perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di bagian manapun di Sumatera.
Pembatasan-pembatasan Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak
itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer disuarakan, baik dari negeri
Belanda maupun Batavia .
Setelah melakukan peperangan selama 40 tahun, Kesultanan Aceh akhirnya jatuh ke
pangkuan kolonial Hindia-Belanda. Sejak kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945, Aceh
menyatakan bersedia bergabung ke dalam Republik indonesia atas ajakan dan bujukan
dari Soekarno
kepada pemimpin Aceh Tengku Muhammad Daud Beureueh saat itu[rujukan?].
D. Perang Aceh
Perang Aceh
dimulai sejak Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret
1873 setelah melakukan
beberapa ancaman diplomatik, namun tidak berhasil merebut wilayah yang besar.
Perang kembali berkobar pada tahun 1883, namun lagi-lagi gagal, dan pada 1892 dan 1893, pihak Belanda
menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh.
Dr. Snouck
Hurgronje, seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yang telah berhasil
mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh, kemudian memberikan saran
kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama, bukan kepada
sultan. Saran ini ternyata berhasil. Pada tahun 1898, J.B. van Heutsz
dinyatakan sebagai gubernur Aceh, dan bersama letnannya, Hendricus Colijn, merebut
sebagian besar Aceh.
Sultan
M. Dawud akhirnya meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istrinya,
anak serta ibundanya terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh
akhirnya jatuh seluruhnya pada tahun 1904. Saat itu, hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.
E. Sultan Aceh
Sultan
Aceh merupakan penguasa / raja dari Kesultanan Aceh, tidak
hanya sultan, di Aceh juga terdapat Sultanah / Sultan Wanita. Daftar Sultan yang
pernah berkuasa di Aceh dapat dilihat lebih jauh di artikel utama dari Sultan Aceh.
F. Gelar – Gelar yang Digunakan dalam Kerajaan Aceh
Ø
Teungku
Ø
Tuanku
Ø
Pocut
Ø
Teuku
Ø
Laksamana
Ø
Uleebalang
Ø
Cut
Ø
Meurah
G. Segala Hal Tentang Kerajaan Aceh
·
Dalam
·
Istana Darut Donya
·
Cap Sikureung (cap
sembilan)
·
Meuligoe
A. Sumber
Sejarah
Bila menilik dari catatan sejarah ataupun
prasasti yang ada, tidak ada penjelasan atau catatan yang pasti mengenai
siapakah yang pertama kalinya mendirikan kerajaan Tarumanegara. Raja yang
pernah berkuasa dan sangat terkenal dalam catatan sejarah adalah Purnawarman.
Pada tahun 417 ia memerintahkan penggalian Sungai Gomati dan Candrabaga (Kali
Bekasi) sepanjang 6112 tombak (sekitar 11 km). Selesai penggalian, sang prabu
mengadakan selamatan dengan menyedekahkan 1.000 ekor sapi kepada kaum brahmana.
Bukti keberadaan Kerajaan Taruma diketahui
melalui sumber-sumber yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Sumber dari
dalam negeri berupa tujuh buah prasasti batu yang ditemukan empat di Bogor , satu di Jakarta
dan satu di Lebak Banten. Dari prasasti-prasasti ini diketahui bahwa kerajaan
dipimpin oleh Rajadirajaguru Jayasingawarman pada tahun 358 M dan beliau
memerintah sampai tahun 382 M. Makam Rajadirajaguru Jayasingawarman ada di
sekitar sungai Gomati (wilayah Bekasi). Kerajaan Tarumanegara ialah kelanjutan
dari Kerajaan Salakanagara.
B.
Prasasti Yang Ditemukan
1. Prasasti Kebon Kopi, dibuat sekitar 400 M
(H Kern 1917), ditemukan di perkebunan kopi milik Jonathan Rig, Ciampea, Bogor
2. Prasasti Tugu, ditemukan di Kampung
Batutumbu, Desa Tugu, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, sekarang disimpan
di museum di Jakarta .
Prasasti tersebut isinya menerangkan penggalian Sungai Candrabaga oleh
Rajadirajaguru dan penggalian Sungai Gomati oleh Purnawarman pada tahun ke-22
masa pemerintahannya.Penggalian sungai tersebut merupakan gagasan untuk
menghindari bencana alam berupa banjir yang sering terjadi pada masa
pemerintahan Purnawarman, dan kekeringan yang terjadi pada musim kemarau.
3. Prasasti Cidanghiyang atau Prasasti Munjul,
ditemukan di aliran Sungai Cidanghiang yang mengalir di Desa Lebak, Kecamatan
Munjul, Kabupaten Pandeglang, Banten, berisi pujian kepada Raja Purnawarman.
4. Prasasti Ciaruteun, Ciampea, Bogor
5. Prasasti Muara Cianten, Ciampea, Bogor
6. Prasasti Jambu, Nanggung, Bogor
7. Prasasti Pasir Awi, Citeureup, Bogor
Lahan tempat prasasti itu ditemukan
berbentuk bukit rendah berpermukaan datar dan diapit tiga batang sungai:
Cisadane, Cianten dan Ciaruteun. Sampai abad ke-19, tempat itu masih dilaporkan
dengan nama Pasir Muara. Dahulu termasuk bagian tanah swasta Ciampea. Sekarang
termasuk wilayah Kecamatan Cibungbulang.
Kampung Muara tempat prasasti Ciaruteun dan
Telapak Gajah ditemukan, dahulu merupakan sebuah "kota pelabuhan
sungai" yang bandarnya terletak di tepi pertemuan Cisadane dengan Cianten.
Sampai abad ke-19 jalur sungai itu masih digunakan untuk angkutan hasil
perkebunan kopi. Sekarang masih digunakan oleh pedagang bambu untuk mengangkut
barang dagangannya ke daerah hilir.
Prasasti pada zaman ini menggunakan aksara
Sunda kuno, yang pada awalnya merupakan perkembangan dari aksara tipe Pallawa
Lanjut, yang mengacu pada model aksara Kamboja dengan beberapa cirinya yang
masih melekat. Pada zaman ini, aksara tersebut belum mencapai taraf modifikasi
bentuk khasnya sebagaimana yang digunakan naskah-naskah (lontar) abad ke-16.
C.
Sumber Berita Dari Luar Negeri
Sumber-sumber dari luar negeri semuanya
berasal dari berita Tiongkok.
1. Berita Fa Hien, tahun 414M dalam bukunya
yang berjudul Fa Kao Chi menceritakan bahwa di Ye-po-ti ("Jawadwipa")
hanya sedikit dijumpai orang-orang yang beragama Buddha, yang banyak adalah
orang-orang yang beragama Hindu dan "beragama kotor" (maksudnya animisme).
2. Berita Dinasti Sui, menceritakan bahwa
tahun 528 dan 535 telah datang utusan dari To-lo-mo ("Taruma") yang
terletak di sebelah selatan.
3. Berita Dinasti Tang, juga menceritakan
bahwa tahun 666 dan 669 telah datang utusan dari To-lo-mo.
Dari tiga berita di atas para ahli
menyimpulkan bahwa istilah To-lo-mo secara fonetis penyesuaian kata-katanya
sama dengan Tarumanegara.
Maka berdasarkan sumber-sumber yang telah
dijelaskan sebelumnya maka dapat diketahui beberapa aspek kehidupan tentang
Taruma.
Kerajaan Tarumanegara
diperkirakan berkembang antara tahun 400-600 M. Berdasarkan prasast-prasati
tersebut diketahui raja yang memerintah pada waktu itu adalah Purnawarman.
Wilayah kekuasaan Purnawarman menurut prasasti Tugu, meliputi hapir seluruh
Jawa Barat yang membentang dari Banten,
Langganan:
Postingan (Atom)